JN NEWS, SIKKA – Di balik keheningan Jalan Maumere-Ende, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tersimpan kisah pilu yang dialami oleh anak-anak Panti Asuhan Resurexio Lekebai yang dikelola oleh Yayasan Nativitas Maumere.
Di tengah kehidupan yang serba kekurangan, petugas panti harus berjuang keras untuk memastikan bahwa anak-anak asuh mereka tidak kelaparan, meski kenyataannya seringkali jauh dari harapan.
Maria Marince Pince, seorang petugas Panti Resurexio, menceritakan dengan getir kepada reporter jejaknegeri.news tentang tantangan yang harus dihadapi setiap harinya.
“Kami sering mengalami keterlambatan dalam pendistribusian bahan makanan dari pihak yayasan,” ungkap Maria.
Dalam situasi yang mendesak, Maria kerap kali terpaksa meminjam beras dari tetangga, pastoran, atau bahkan berutang di kios. Namun, tindakan inisiatif ini sering kali berujung pada teguran keras dari pihak dewan pembina.
“Bulan ini saja, keterlambatan hampir mencapai dua minggu. Selama itu, anak-anak hanya bisa makan bubur dari beras yang kami pinjam di kios,” tambah Maria dengan mata berkaca-kaca.
Keadaan semakin sulit ketika pohon pisang di sekitar panti, yang biasanya menjadi tambahan makanan, kini terinfeksi virus dan tidak bisa lagi dikonsumsi.
Baca berita: https://jejaknegeri.news/hukum/ketua-pengurus-yayasan-di-maumere-pertanyakan-penanganan-kasus-video-asusila/
Ketua Pengurus Yayasan Nativitas, Margaretha N, ketika dimintai tanggapan mengenai masalah ini, tidak menampik fakta yang ada. Ia mengakui bahwa masalah tersebut sudah sering disampaikan kepada dewan pembina dan pengawas.
“Saat nota belanja diajukan, bendahara selalu memberi jawaban ‘tunggu pertemuan para pembina’. Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena segala sesuatu harus mendapatkan persetujuan dari ketua dewan pembina, sementara anak-anak sudah kelaparan,” jelas Margaretha dengan nada prihatin.
Keterlambatan pendistribusian makanan tidak hanya terjadi di Panti Resurexio, tetapi hampir di semua panti asuhan di bawah naungan Yayasan Nativitas. Situasi ini semakin parah karena para sponsor menolak untuk memberikan donasi sebelum ada perubahan dalam struktur kepemimpinan yayasan. Mereka menuntut agar oknum ketua dewan pembina yang sekarang, segera mundur dari jabatannya.
“Para sponsor sudah tidak percaya lagi dengan oknum tersebut. Kami hanya bisa bertahan dengan uang sisa dari asuransi yang diberikan sponsor sebelumnya,” tambah Margaretha.
Baca berita: https://jejaknegeri.news/peristiwa/anak-anak-panti-asuhan-yayasan-nativitas-diduga-ditelantarkan-tanpa-pengawasan/
Secara terpisah, Gabriel Gleko, salah satu pengawas yayasan, mengonfirmasi bahwa masalah ini sudah lama menjadi perhatian. Menurutnya, pihak sponsor secara terbuka menolak keberadaan ketua dewan pembina yang sekarang. Namun, hingga saat ini, tidak ada tindakan konkret dari anggota dewan pembina lainnya untuk menyelesaikan masalah yang sangat serius ini.
“Ini menyangkut kelanjutan hidup atau mati Yayasan Nativitas. Jika sponsor sudah tidak menginginkan ketua dewan pembina tersebut, apa lagi yang harus kita pertahankan?” tegas Gabriel.
Situasi semakin kritis, saat kerja sama dengan sponsor dari Belgia dan Belanda telah dibatalkan. Hal ini dikarenakan ketua dewan pembina belum mengundurkan diri. Menurut Gabriel, ini menjadi titik krusial bagi kelangsungan Yayasan Nativitas.
“Mama Belgi datang bukan untuk urus anak angkat, tapi anak panti. Selama ini, finansial yang digunakan berasal dari sponsor. Tanpa mereka, yayasan ini tidak akan bisa bertahan,” lanjut Gabriel.
Sementara itu, ketua dewan pembina Yayasan Nativitas belum memberikan tanggapan. Ketika dihubungi melalui telepon dan pesan WhatsApp, ia belum merespon.
Reporter: Albert Cakramento
Editor: Marten Kilibatu