Banner

Inspektorat Sikka Tak Audit Proyek Puskesmas Paga, Lantas Apa Dasar Dakwaan Jaksa?

By Redaksi Maret 6, 2024

JN NEWS, SIKKA – Pembangunan Puskesmas Paga di Kabupaten Sikka menjadi sorotan karena dugaan ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis dalam kontrak, mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1.963.282.460. Namun, pernyataan yang menyebutkan nilai kerugian tersebut menuai keberatan dari Inspektorat Daerah Kabupaten Sikka.

Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Sikka, Servasius Sewar, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan audit terhadap proyek tersebut, yang berkontradiksi dengan klaim sebelumnya yang didasarkan pada Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Kabupaten Sikka.

“Kita tidak melakukan audit terhadap Puskesmas Paga,” tegasnya, belum lama ini, Kamis (29/02/2024).

Dalam konteks ini, rilisan nilai kerugian negara dalam proyek tersebut, diduga mengambil dasar dari Laporan Hasil Audit (LHA) Inspektorat Kabupaten Sikka. Namun, Servasius Sewar menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan audit terhadap proyek tersebut.

Meskipun demikian, Servasius mengakui adanya koordinasi dan informasi antara Inspektorat dan Kejaksaan, namun perihal narasi LHA Inspektorat Kabupaten Sikka tetap dipertanyakan. 

Menurutnya, kemungkinan terdapat perbedaan persepsi dalam hal ini. Kasus Puskesmas Paga muncul dari pengaduan masyarakat dan saat ini sedang dalam proses penanganan oleh Kejaksaan Negeri Sikka. 

Jika Inspektorat Tidak Audit Kerugian Negara, Atas Dasar Apa Dakwaan Jaksa/ PU

Menurut praktisi hukum Marianus Gaharpung penetapan tersangka terhadap Yohanes Baptista Laba sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan kontraktor Irwan Rano dalam kasus dugaan korupsi Pembangunan Puskesmas Paga dapat menggunakan berbagai bukti dan informasi lainnya yang didapat selama penyelidikan, termasuk bukti-bukti dokumentasi proyek, laporan teknis, analisis keuangan, kesaksian saksi, dan bukti-bukti elektronik. Oleh karena itu, penetapan tersangka tidak selalu bergantung pada audit Inspektorat, tetapi juga mengandalkan berbagai bukti lain yang ada dalam penyelidikan.

“Jika Inspektorat Sikka bantah tidak audit kerugian atas dugaan korupsi Puskesmas Paga, lantas atas dasar apa penetapan tersangka terhadap Yohanes Baptista Laba sebagai PPK dan kontraktor Irwan Rano?” kata Marinus. 

Dia menjelaskan, dalam konteks hukum acara pidana, kasus dugaan korupsi Rp1,9 miliar ini sudah masuk agenda pembacaan dakwaan jaksa di Pengadilan Tipikor Kupang dan sekarang masuk agenda jawaban atau nota pembelaan dari penasehat hukum Yan Laba sebagai  PPK dan Kontraktor proyek. 

“Untuk sampai pada penetapan tersangka, wajib hukumnya jaksa atau penuntut umum (PU) melakukan penyelidikan dan penyidikan,” imbuhnya. 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Marianus Gaharpung

Lebih lanjut, Marianus berujar, dalam melakukan tindakan hukum tersebut sampai penetapan tersangka, maka jaksa atau PU harus memastikan adanya tindakan penyalahgunaan wewenang dan melawan hukum dilakukan pihak pihak yang memiliki kewenangan bertindak atas pembangunan Puskesmas Paga yang berujung adanya kerugian negara. 

“Kerugian negara dalam kasus korupsi bukan siapa- siapa yang embat uang negara, tetapi adanya kerugian nyata. Dan, untuk menentukan kerugian negara maka jaksa penuntut umum tidak boleh menentukan sendiri tetapi kerjasama dengan BPK, BPKP, auditor independen atau inspektorat,” tegasnya. 

Lagi-lagi Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya itu mempertanyakan, jika adanya statemen Kepala Inspektorat Pemkab Sikka bahwa tidak melakukan audit adanya kerugian negara, lantas angka kerugian Rp1,9 miliar itu atas dasar feeling jaksa/JPU?

“Jangan aneh-anehlah membuat pernyataan yang justru membuat publik Sikka menduga inspektorat mau cuci tangan atas persoalan Puskesmas Paga,” sambungnya. 

Kasihan nasib karier para terdakwa jika tidak jelas legalitas lembaga yang menghitung adanya kerugian negara. Oleh karena itu, penasehat hukum Yahanes Laba dan Irwan Rano harus melakukan eksepsi bahwa dakwaan PU tidak jelas tidak lengkap sehingga kabur. 

Lawyer Surabaya itu menegaskan bahwa terdakwa tidak boleh dipaksakan dengan dakwaan yang diduga kabur. Menurutnya, lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika dalam kasus ini tidak ada lembaga yang secara sah menghitung kerugian negara, maka dakwaan PU terhadap terdakwa harus dianggap kabur dan terdakwa harus diputus bebas. 

“Kasihan nasib karier para terdakwa jika tidak jelas legalitas lembaga yang menghitung adanya kerugian negara. Oleh karena itu, penasehat hukum Yahanes Laba dan Irwan Rano harus melakukan eksepsi bahwa dakwaan PU tidak jelas tidak lengkap sehingga kabur,” tandasnya. 

**Marten Kilibatu 

 

Berita Terkait

Close up of a shop sign mock up

Recent News

Populer