JN NEWS, FLOTIM – Pantai Oa dan Pantai Rako, permata tersembunyi di sudut pantai selatan Flores Timur, menawarkan panorama indah yang jarang ditemukan di tempat lain. Diapit oleh birunya laut dan deburan ombak yang menenangkan, desa kecil ini seolah menjadi surga yang terlupakan. Namun, keindahan alam yang mempesona di Desa Pantai Oa, dan Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, ini terhalang oleh satu masalah besar yang tampaknya sulit untuk diatasi—jalan menuju pantai yang rusak parah.
Meski telah dipromosikan oleh pemerintah daerah melalui Festival Budaya Pantai Oa pada tahun 2019, tidak ada perbaikan berarti yang dilakukan untuk infrastruktur jalan menuju pantai ini. Festival itu sendiri sempat memberi harapan kepada masyarakat setempat, tetapi setelah acara selesai, langkah-langkah yang diharapkan seperti pengaspalan jalan atau peningkatan aksesibilitas sama sekali tidak terwujud.
“Kami sempat berharap besar ketika festival digelar, namun sejak itu tidak ada tindak lanjut dari pemerintah. Jalan ini tetap rusak, dan makin lama makin parah,” kata Nikolaus Tapun, Sekretaris Desa Pantai Oa.
Pesona yang Terjebak dalam Ketidakpedulian
Pantai Oa dan Rako sebenarnya memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata yang bisa menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Air laut yang jernih, pasir putih yang membentang luas, serta pemandangan matahari terbenam yang spektakuler bisa menjadi daya tarik utama. Namun, akses yang sulit membuat pantai ini masih jauh dari jangkauan banyak orang.
Pengunjung harus melewati jalanan berbatu dan berlubang yang sering kali membuat perjalanan menjadi berbahaya.
Baca juga : https://jejaknegeri.news/daerah/merah-putih-di-atas-ombak-pantai-oa/
Beberapa warga dan pengunjung menyatakan kekesalannya terhadap lambatnya respons pemerintah.
“Kami ingin Pantai Oa dikenal lebih luas, tetapi bagaimana bisa kalau untuk sampai ke sini saja sangat sulit?” tanya Damianus warga setempat.
Festival yang Tak Berbekas
Festival Budaya Pantai Oa yang diadakan pada 2017 sempat menghidupkan harapan besar bagi masyarakat desa. Festival itu diisi dengan berbagai acara kesenian lokal, lomba-lomba tradisional, dan pameran hasil kerajinan masyarakat setempat.
Kala itu, Pantai Oa seakan bersinar sejenak, namun sorotan tersebut cepat redup. Pasca festival, janji-janji pembangunan infrastruktur yang pernah diutarakan tak kunjung diwujudkan.
“Kami diberi janji perbaikan jalan, tapi sampai sekarang kami belum melihat ada tindakan nyata,” ungkap Nikolaus Tapun lebih lanjut. “Kondisi jalan malah semakin parah.”
Selama bertahun-tahun, masyarakat Pantai Oa hanya bisa berharap sambil terus memperbaiki jalan seadanya. Meski mereka memiliki semangat gotong royong yang kuat, perbaikan berskala besar tentunya membutuhkan campur tangan pemerintah.
Pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79 RI, masyarakat Desa Pantai Oa menggelar upacara bendera di laut pantai Oa. Mereka tidak hanya merayakan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga mempersembahkan kekayaan alam yang telah lama mereka jaga.
Namun, di balik semangat kemerdekaan yang mereka rayakan, ada kegelisahan yang masih mengganjal—kapan mereka akan benar-benar merdeka dari keterisoliran akibat infrastruktur yang buruk?
Nikolaus Tapun menjelaskan bahwa selain memperingati kemerdekaan, upacara ini juga menjadi bentuk promosi akan keindahan pantai mereka.
“Kami ingin dunia luar tahu bahwa Pantai Oa memiliki potensi besar sebagai tujuan wisata. Dengan menggelar upacara di sini, kami berharap orang-orang melihat keindahan yang kami miliki,” jelas Nikolaus.
Meskipun kekecewaan terhadap pemerintah terasa mendalam, semangat masyarakat Desa Pantai Oa untuk menjaga keindahan pantai dan tradisi budaya mereka tetap tinggi. Mereka yakin bahwa jika infrastruktur diperbaiki, Pantai Oa bisa menjadi salah satu destinasi unggulan Flores Timur.
“Kami ingin orang-orang datang ke sini, bukan hanya untuk menikmati pantai, tapi juga untuk belajar tentang budaya dan kehidupan kami,” kata Marius.
Namun, hingga hari ini, harapan itu masih menggantung di antara debu dan batu jalan yang rusak. Pantai Oa terus menunggu perhatian yang layak dari pihak berwenang. Perhatian yang diharapkan dapat mengangkat desa ini keluar dari keterpurukan infrastruktur dan mengubahnya menjadi tujuan wisata yang layak dikunjungi. (*)
*Marten Kilibatu/Red