Oleh : Marten Liwu
JEJAK NEGERI NEWS – Di sudut sebuah warung kopi di Kota Makasar, saya dan Mba Elfina bertemu dengan Om Saul, seorang wartawan senior yang telah mendedikasikan lebih dari dua dekade hidupnya untuk dunia jurnalistik. Di hadapannya, secangkir kopi hitam mengepul, seolah mencerminkan pikirannya yang berkecamuk. Om Saul mengenang masa-masa ketika menjadi wartawan adalah tentang idealisme, tentang mengungkap kebenaran dan menjadi suara bagi mereka yang tak terdengar.
Namun, kini, dunia telah berubah. Tekanan dari pemilik media, iklan, dan kepentingan politik perlahan menggerogoti prinsip-prinsip yang dulu begitu ia junjung tinggi. “Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah pemberitaan,” kata Om Saul dengan nada getir. “Terkadang, kebenaran harus diwarnai oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.”
Fenomena ini bukan hanya dirasakan oleh Om Saul. Di banyak ruang redaksi, jurnalis kini sering dihadapkan pada dilema antara menjaga idealisme atau mengamankan pekerjaan. Diduga banyak yang memilih jalan kompromi, menulis berita yang aman dan menguntungkan bagi perusahaan. Media massa, yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi, kian terjebak dalam labirin kepentingan bisnis dan politik.
Baca juga: https://jejaknegeri.news/opini/meniti-karir-yang-tak-semua-orang-suka/
Namun, di tengah suramnya situasi ini, ada secercah harapan. Munculnya media independen dan jurnalisme warga memberikan alternatif baru bagi masyarakat. Media-media kecil ini, berusaha menyajikan berita yang objektif dan tidak terpengaruh oleh tekanan pihak-pihak berkepentingan.
“Ada sesuatu yang mulai bergerak. Kami mungkin kecil, tapi kami punya integritas. Kami percaya bahwa kebenaran masih memiliki tempat di dunia ini, dan itu adalah tugas kami untuk menyuarakannya,” ujar Elfina.
Keberanian seperti yang ditunjukkan Elfina dan media independen lainnya membangkitkan harapan bahwa pers masih bisa berfungsi sebagai penegak demokrasi. Mereka adalah bukti bahwa idealisme wartawan tidak sepenuhnya tergadaikan. Di tengah arus deras informasi yang sering kali bias, mereka berusaha menjaga kemurnian jurnalisme.
Baca juga: https://jejaknegeri.news/opini/mafia-bbm-dan-tanggung-jawab-kolektif/
Namun, tantangan masih banyak. Untuk memastikan pers tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai penegak demokrasi, diperlukan dukungan dari masyarakat. Publik harus kritis dan mendukung media yang berintegritas. Karena pada akhirnya, pers yang bebas dan objektif adalah pilar utama yang menjamin berjalannya demokrasi yang sehat.
Om Saul menatap ke luar jendela, melihat lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang sibuk dengan dunianya. Di dalam hatinya, ia menyimpan harapan. Mungkin, dengan semangat baru dari para jurnalis muda dan dukungan publik yang sadar, idealisme wartawan tidak akan sepenuhnya tergadaikan. Dan pers, sebagai penegak demokrasi, masih bisa berdiri tegak di tengah badai zaman. (*)
*Penulis adalah wartawan harian Times Indonesia/ Redaktur Pelaksana Jejak Negeri News